Mengapa Malaysia bisa lebih baik dari Indonesia ?

6 11 2009

Pertanyaan ini muncul dibenakku jauh sebelum Malaysia mulai mencuri satu per satu budaya negara lain. Selama ini aku ke negeri jiran itu hanya karena urusan bisnis, dijamu dan dihadapkan pada orang-orang super ramah. Sehingga aku tidak begitu mendapatkan jawabannya selama itu. Yang bisa kusimpulkan hanyalah disiplin diri terhadap peraturan, pelayanan yang maksimal, serta penguasaan bahasa inggris dan mandarin adalah kuncinya. Namun dari pengalamanku pergi ke Kuala Lumpur untuk berlibur aku menemukan beberapa hal yang cukup mengejutkan.

StarHill Gallery

StarHill Gallery

Hotel tempatku menginap ada di kawasan Bukit Bintang, jadi satu dengan mall StarHill Gallery, dari situ kami menjelajahi Malaysia jalan kaki atau naik kendaraan umum seperti Monorail atau Subway, di persimpangan lampu merah, sering kujumpai orang-orang yang menyeberang jalan meskipun lampu penyeberang jalan masih merah, disiplin ? gak juga. Parahnya lagi, di sekitar stasiun kereta Dang Wangi, tidak sedikit orang-orang yang menyeberang jalan begitu saja meskipun jelas-jelas ada tulisan peringatan denda 2500 RM (lebih kurang Rp 7.500.000,-) bagi yang menyeberang jalan namun tidak menggunakan jembatan penyeberangan..!

Dang Wangi

Dang Wangi Station

Tidak lupa juga fasilitas toilet umum di Kuala Lumpur yang juga tidak bersih-bersih banget. dan FYI, menurut aku Toilet kalo gak bersih ya uda pasti jorok… gak ada toilet yang sedikit jorok, kalo gak bersih ya jorok… bayangkan ada sisa-sisa berwarna kuning kecoklat-coklatan di toilet duduk di satu mall termewah di KL (Pavilion), bayangkan juga situasi di toilet itu dipenuhi orang-orang India gemuk dengan sorbannya yang khas dan jenggot serta bau rempahnya yang terkenal… yang pasti, gw trauma ke toilet di mall, mending balik Hotel aja kalo mau hajatan…

Pavilion

Pavilion

Selain itu, tidak jarang juga saya lihat mereka yang menjaga toko atau layanan, melayani orang lain dengan kasar dan jutek, istilahnya “you mau beli ya beli, kagak ya pergi sono..!” dan hal ini juga tidak hanya terjadi kepada saya, melainkan juga kepada orang lain sesama Malaysian. mereka juga tidak segan-segan mematok harga tinggi, bukan hanya ke tourist, melainkan kepada sesama Malaysian juga, sehingga tidak jarang terlihat mereka yang nawar harga seakan si penjual ogah-ogahan dan pembeli yang juga ogah-ogahan karena harga tinggi, tapi ada chemistry mau sama maunya diantara mereka berdua. Berada di Malaysia membuat aku kangen sama pelayan-pelayan Indonesia yang menjamu tamu bagaikan raja. bayangkan aja di sebuah restoran, kalo di Indonesia “Silahkan mister, bebek panggangnya”, kalo di Malaysia “Hei! Hei!! Mister..! Roast Duck, Enak..!”

Yang kedua adalah Bahasa. Coba jalan dan bertanya dalam bahasa inggris ke penjual di mall murah seperti Sungei Wang atau Mid Valley, mereka akan bingung menjelaskannya bahkan mungkin mirip dengan orang-orang Indonesia ketika seorang Bule bertanya dalam bahasa inggris, mereka memanggil rekannya untuk bareng-bareng menjelaskan dalam bahasa inggris yang pas-pasan. Jangankan pada penjual, coba bertanya pada satpam, hasil yang sama akan anda dapatkan. Lantas bahasa Mandarinnya ? sama saja..! mereka kebanyakan bicara dalam bahasa kong hu. lebih mudah berbicara dalam Bahasa Indonesia ketimbang Bahasa Inggris di Malaysia. daripada ngulang2 ngomong “I would love some ice tea, but with less ice”, mending bilang aja langsung “teh chinese , pakai es sikit saja”.

Petaling Street

Petaling Street

Di Kuala Lumpur, orang-orang India akan memilih berbicara dalam bahasa India lalu kemudian Inggris kepada orang lain, orang-orang chinese akan memilih berbicara dalam bahasa Kong Hu, lalu mandarin, lalu inggris, orang-orang melayu akan memilih berbicara bahasa melayu, lalu inggris, namun semua ras di Malaysia bisa dan mengerti bahasa Melayu. Makanya mereka akan lebih senang apabila kita menggunakan Bahasa Indonesia ketimbang Bahasa Inggris, bayangkan saja mau pesen nasi campur aja harus ada 5 sampe 6 pedagang yang ngumpul cuman buat saling menerjemahkan ice tea menjadi “teh sejuk tidak pakai susu”.

Indonesia

The Beauty of Indonesia

Kita semua di Indonesia tentunya tau, sumber alam di Indonesia apabila dibandingkan dengan Malaysia, kita jauh lebih berlimpah dibanding Malaysia. Lalu dengan orang-orang yang seperti aku ceritakan diatas, apa donk yang bikin mereka lebih baik dalam hal standar hidup ?

Beberapa hari di Malaysia, aku menyadari satu hal, mereka memang bukan orang yang disiplin sekali, tapi mereka hanya sedikit lebih disiplin dibanding orang-orang Jakarta. disitu setiap ada jembatan penyeberangan, pasti ada eskalatornya, coba bayangkan kalo hal yang sama dilakukan di Jakarta.. apa nasibnya tu eskalator ? tidak lupa juga kutambahkan, fasilitas transportasi umum di situ pun bersih dari vandalism..!

Kawan, saat ini yang ada dalam pikiran aku adalah : “Lantas apa dengan sedikit lebih disiplin saja sudah lebih cukup ? Lalu mengapa mereka bisa lebih baik dari kita ?”